Minggu, 25 November 2012

Psikologi kepribadian adalah studi tentang perbedaan individu dalam perilaku dan pemikiran. Kami pikir orang memiliki kepribadian yang unik, dan kita memiliki kata-kata untuk menggambarkan mereka-teman yang baik, guru Anda adalah mean, saudaramu yang lebih muda adalah pemalu, dan seterusnya. Tetapi bila Anda mempelajari lebih dalam kepribadian, itu jauh lebih kompleks dari satu kata sifat atau bahkan beberapa ciri disatukan. Teman Anda adalah bagus untuk Anda, tetapi dia baik kepada musuh terburuknya? Guru Anda berarti, tapi bagaimana ia bertindak dengan istri dan anak-anak? Adikmu yang lebih muda adalah pemalu, tapi bagaimana ia bertindak di dalam rumah dan di hadapan hanya keluarga Anda? Kepribadian kami dapat berubah tergantung pada situasi kita masuk Namun sepertinya harus ada beberapa temperamen, atau inti, atau beberapa properti penting yang membuat orang terpisah dari orang lain. Jadi apa sebenarnya merupakan kepribadian? Ini adalah apa psikologi kepribadian mencoba untuk menganalisis, menemukan dan menjelaskan. 
Pertama-tama, kepribadian harus datang dari suatu tempat. Kepribadian adalah memikirkan sesuatu yang orang dilahirkan dengan, sesuatu yang “mereka” dan siapa mereka. Memang, kepribadian sangat genetik-Anda mungkin menemukan diri Anda yang menunjukkan ciri-ciri kepribadian yang sama dan laku sebagai orang tua Anda, dan kembar identik telah ditunjukkan untuk menunjukkan disposisi sangat mirip. Biologi dapat membantu menjelaskan bagaimana orang berpikir dan bertindak, tetapi yang lain akan setuju tentang hal ini menjadi gambaran keseluruhan. Pengaruh lingkungan dan pilihan yang kita buat juga dapat memiliki dampak besar pada kepribadian kita. Seorang anak mungkin mengalami trauma ceria dan tumbuh menjadi penakut sebagai orang dewasa, atau ia mungkin memilih untuk mengatasi konflik dan tumbuh menjadi tangguh. Alam, memelihara dan bebas semua akan berinteraksi satu sama lain dan hal ini interaksi yang muncul untuk membentuk kepribadian. 
Teori terbaru dalam psikologi kepribadian adalah “jika … maka” profil. Ini menjelaskan kepribadian melalui model-jika seseorang dalam situasi ini, akan mengaktifkan pikiran dan perasaan tertentu, menyebabkan orang untuk bertindak dengan cara itu. Setiap orang memiliki model internal yang terdiri dari apa yang disebut “kognitif-afektif unit.” Mereka terstruktur sehingga peristiwa eksternal mengaktifkan unit-unit tertentu, yang mengaktifkan orang lain, dan seterusnya dalam rantai sampai mengarah ke tindakan. Struktur Unit kognitif-afektif kami telah mengembangkan tergantung pada temperamen bawaan kita, budaya, dan situasi.
“Jika … maka” adalah profil model yang inovatif dan cukup komprehensif kepribadian, tetapi ilmu pengetahuan adalah proses yang tidak pernah berakhir dan model ini pasti akan dimodifikasi di masa depan. Bagaimana jika “jika … maka” profil diri mereka berubah? Ini akan dibahas dengan model lebih baru, dan model baru akan mengikuti

psikologi anak

Jakarta, Orangtua kadang suka kesal atau marah-marah jika melihat anaknya selalu membuat masalah atau nakal. Namun psikolog mengungkapkan bahwa anak yang nakal adalah anak yang cerdas.

"Saat ini konsep kecerdasan sedang booming di masyarakat dan anak yang pintar selalu identik dengan anak yang jago matematika. Padahal anak yang cerdas itu adalah anak yang bisa menemukan hal-hal baru," ujar Efnie Indrianie, MPsi, seorang psikolog anak dari Psychobiometric dalam acara Inovasi Sidik Jari Cerdas Frisian Flag 2011 Bantu Ibu Berikan Stimulasi Optimal untuk si Kecil di Giggle FX Jakarta, Selasa (22/2/2011).

Psikolog yang akrab disapa Pipin ini menuturkan anak yang cerdas itu adalah anak yang suka membuat masalah, hal ini berarti anak tersebut memiliki kreativitas tinggi atau termasuk anak yang kreatif.

Anak yang kreatif umumnya bisa menemukan hal-hal baru atau berhasil menemukan suatu masalah, dan jika dilihat lebih jauh ke dalam otaknya maka sinapsis-sinapsis (pertemuan antara ujung saraf dengan saraf lainnya) akan terlihat ruwet.

Jika sinapsis di otak ruwet menandakan adanya koneksi yang bagus antara sel-sel saraf di otak, serta hal ini berarti anak mendapatkan stimulasi yang baik dalam perkembangan otaknya.

"Anak yang nakal atau usil itu karena tidak ada yang bisa dia kerjakan, jadinya ia malah jahil ke teman-temannya atau justru mencari-cari masalah," ujar psikolog yang menjadi Kepala Bidang Kajian Psikologi Perkembangan Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Pipin menuturkan dalam hal ini orangtua harus menyalurkan apa yang dimiliki oleh anaknya, misalnya menyediakan alat-alat atau sesuatu yang bisa dikerjakan untuk menyalurkan bakat kreativitas si anak.

Sisi kreativitas ini termasuk ke dalam salah satu soft skill yang dimiliki anak, selain kreativitas ada juga beberapa soft skill lainnya yang dimiliki oleh anak yaitu:

  1. Kepercayaan diri, ada anak yang memiliki kepercayaan diri tinggi, tapi ada juga yang memiliki demam panggung misalnya berani jika di dalam rumah tapi begitu di luar rumah atau bertemu dengan orang lain ia menjadi pendiam atau malu-malu.
  2. Kepedulian, ada anak yang memang sudah memiliki kepedulian sejak kecil. Misalnya ia hanya memiliki satu kue tapi temannya ada dua, maka dengan sendirinya ia akan membagi kue tersebut menjadi 3 lalu membagikan satu per satu ke teman-temannya.
  3. Inisiatif, ada anak yang memang diketahui memiliki inisiatif tinggi sehingga ia cenderung responsif.
  4. Kreativitas, ada anak yang diketahui memiliki kreativitas tinggi tapi ada juga yang tidak.



psikologi harus mengerti tentang otak

dianalogikan seperti komputer yang terdiri dari 3 komponen hardware (Keyboard, Processor, dan Monitor). Keyboard berfungsi untuk memasukan input yang akan diterima, diproses, dan disimpan oleh processor. Setelah itu output akan muncul sebagai tampilan di Monitor. Dalam kehidupan manusia input bisa dalam bentuk proses pembelajaran (pengalaman, pengamatan, dsb). Sedangkan proses adalah mekanisme yang terjadi di organ tubuh manusia terutama otak (sebagai processor). Ouput dari proses itu bisa muncul dalam bentuk konsekuensi, perilaku, dan perasaan manusia. Ketiga hal tersebut tidak bisa dipisah-pisahkan karena semua memiliki kaitan proses.Psikolog sebagai profesi yang mempelajari tentang perilaku manusia seringkali hanya berfokus pada input dan output saja. Sedangkan Psikiater lebih fokus kepada proses. Maka dari itu sering “tidak nyambung” antara Psikolog dengan Psikater dalam memberikan layanan terapi yang dibutuhkan oleh pasien.
Jika ketiga komponen (input, proses, dan output) ini bisa dipahami dengan baik maka hasilnya akan optimal. Sayangnya saat ini belum ada kurikulum khusus di fakultas psikologi yang mempelajari tentang proses yang terjadi di otak manusia. Banyak masalah perilaku manusia yang bisa dijelaskan jika kita memahami tentang ketiga hal tersebut.
Sebagai contoh bagaimana perasaan manusia sangat terkait dengan hormon (neuro-transmitter) yang diproduksi oleh otak saat merespon sebuah peristiwa tertentu. Bagaimana proses pencucian otak manusia atau sekedar menjelaskan fenomena seolah-olah agama tidak bisa dijelaskan dengan teori ilmiah, mengapa bisa terjadi seperti itu? Mengapa muncul perilaku adikitif? Mengapa ciuman bisa menurunkan stress? Mengapa tertawa bisa membuat sehat? dan masih banyak lagi….

perbedaan psikolog dan psikiater

http://tinyurl.com/6ds8khk
Beberapa orang bertanya begitu pada saya. Biasanya yang lebih banyak bertanya adalah orang-orang yang bidangnya sama sekali tidak bersinggungan dengan kedua bidang tersebut atau para calon mahasiswa yang memilih melanjutkan studi ke Fakultas Psikologi. Seperti saya dulu. Pertanyaan di atas adalah pertanyaan mendasar yang selayaknya diketahui seorang mahasiswa baru di Fakultas Psikologi agar nantinya kalau ada orang yang menanyakan pertanyaan serupa, si mahasiswa sudah tahu batasannya.
Dulu, saya sempat menganggap profesi psikolog dan psikiater itu sama saja. Sama-sama menangani orang yang sakit jiwa, begitu kata orang-orang kebanyakan. Apalagi definisi psikologi dan psikiatri sering disamakan sebagai “ilmu jiwa”. Padahal sejatinya definisi psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan. Berbeda dengan psikiatri yang didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari dan menangani gangguan mental, yang meliputi gangguan afektif, perilaku, kognitif dan perseptual (sumber: Wikipedia).
Memang, sekilas kedua profesi ini terlihat sama. Itu dikarenakan ranah kelimuannya bersinggungan di ranah psikis. Bahkan seorang ahli psikologi yang terkenal dengan teori psikoanalisanya, Sigmund Freud, sejatinya adalah seorang psikiater. Juga banyak ahli psikologi lain yang awalnya mendalami ilmu kedokteran lalu ikut berkontribusi dalam dunia psikologi. Tapi sebenarnya ada beberapa hal mendasar yang menjadi pembedanya. Berikut secara ringkas perbedaan tersebut.
Latar belakang pendidikan
Psikolog sudah pasti adalah lulusan dari Fakultas Psikologi. Lulusan S1 Psikologi sebenarnya sudah dapat bekerja di berbagai bidang yang membutuhkan jasa psikologi. Biasanya menjadi staf Human Resources Development (HRD) di berbagai instansi atau organisasi seperti, bank, perusahaan, kantor pemerintahan, atau menjadi konselor di sekolah-sekolah. Di dunia kerja, para lulusannya ini tampak setara dengan lulusan S1 dari berbagai jurusan, karena pada masa kini seringkali yang dibutuhkan adalah tenaga kerja dengan potensi, kemampuan dan keterampilan yang dapat memenuhi kualifikasi dari organisasi/perusahaan, bukan lagi berdasarkan jurusan pendidikannya di perguruan tinggi.
Namun perlu diingat, lulusan S1 Psikologi tidak serta merta disebut sebagai Psikolog. Sarjana S1 psikologi (bergelar S.Psi dibelakang namanya) masih harus melanjutkan pendidikannya ke jenjang Magister Profesi Psikologi (setara S2) untuk dapat meraih gelar Magister Psikologi (M. Psi) dan disebut sebagai psikolog. Sebagai praktisi psikologi, para psikolog ini memperoleh hak untuk ‘memegang’ alat tes, dalam arti menyimpan dan  menggunakan alat tes psikologi serta menginterpretasikan hasilnya. Oleh karenanya mereka juga mendapatkan izin untuk membuka praktik sebagai psikolog di biro-biro konsultan psikologi yang biasanya ditangani secara perorangan atau kelompok (beberapa orang psikolog).
Berbeda lagi dengan lulusan S1 Psikologi yang menerusan pendidikan ke jenjang S2 sains psikologi (misalnya psikometri). Para lulusannya ini bergelar M. Si namun tidak dapat menyebut dirinya sebagai psikolog karena tidak berasal dari jenjang magister profesi psikologi. Tapi mereka dapat menjadi staf pengajar/akademisi karena persyaratan utama menjadi seorang staf pengajar di universitas (dosen) adalah bergelar S2. Mereka ini juga disebut sebagai ilmuwan psikologi. Selain itu, mereka juga dapat bekerja di berbagai instansi/organisasi yang membutuhkan kualifikasi pendidikan tersebut.
Selain lulusan S1 Psikologi, ada juga lulusan S1 non-psikologi yang meneruskan ke jenjang S2 psikologi. Namun para lulusannya ini hanya bisa melanjutkan ke magister sains psikologi, karena jenjang profesi psikologi hanya dikhususkan untuk lulusan S1 psikologi. Hal ini dikarenakan pentingnya pemahaman mendasar tentang ilmu psikologi yang diperoleh dari jenjang S1 agar nantinya langsung dapat mendalami kekhususan yang dipilih di jenjang profesi psikologi, dimana hal ini tentunya tidak didapatkan oleh lulusan S1 non-psikologi.
Sementara psikiater adalah dokter yang melanjutkan pendidikan ke jenjang spesialisasi psikiatri (kedokteran jiwa). Para lulusan spesialisasi ini digelari “Sp.KJ” (Spesialis Kedokteran Jiwa) atau disebut sebagai psikiater.
Batas Kewenangan Profesi
Mungkin kita seringkali bingung untuk merujuk seseorang yang mengalami masalah yang berkaitan dengan psikologis, apakah harus ke psikolog atau ke psikiater?
Sebagaimana spesialisasi dalam bidang kedokteran, psikologi juga memiliki banyak kekhususan, seperti psikologi klinis (meliputi psikologi klinis anak dan psikologi klinis dewasa), psikologi sosial, psikologi pendidikan, psikologi industri dan organisasi, psikologi perkembangan, dan sebagainya. Psikiater lebih dekat hubungannya dengan psikolog klinis.
Masalah-masalah yang biasanya dapat ditangani oleh psikolog secara umum adalah masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari yang masih dapat ditangani dengan konseling atau terapi ringan, misalnya dengan terapi modifikasi perilaku atau juga cognitive behavior therapy (CBT).
Masalah-masalah yang dimaksud berkisar pada ranah pendidikan (anak malas belajar, berperilaku agresif, suka membolos, takut sekolah, tidak konsentrasi belajar, prestasi belajar menurun, takut bergaul atau kurang percaya diri, sampai pada masalah pemilihan jurusan yang tepat dan sesuai dengan potensi dan kemampuan akademik anak), ranah keluarga (masalah perkawinan, perceraian yang menghasilkan keluarga broken home, masalah kenakalan remaja), dan ranah pekerjaan (masalah kepemimpinan, motivasi kerja, kepuasan kerja).
Sedangkan psikiater menangani masalah-masalah psikologis yang lebih berat, seperti depresi, gangguan mood, insomnia berat, schizophrenia (yang ditandai dengan munculnya halusinasi dan delusi), dan berbagai masalah psikologis lain yang membutuhkan penanganan lebih dari sekedar konseling. Biasanya para psikiater ini menggunakan obat-obatan dalam proses terapinya. Inilah yang membedakannya dengan psikolog.
Satu hal lagi adalah tentang penyebutan mitra kerja. Orang yang berobat ke psikiater sudah barang tentu disebut sebagai ‘pasien’, sementara orang yang datang ke psikolog disebut sebagai ‘klien’. Perlu ditekankan bahwa tidak semua orang yang datang ke biro-biro psikologi adalah orang-orang yang memiliki masalah psikologis. Para klien ini bisa saja datang karena ingin melakukan pemeriksaan psikologis (psikotes) untuk kepentingan seleksi dan rekrutmen karyawan atau penentuan jurusan studi siswa. Demikian juga dengan para pasien yang datang ke psikiater. Mereka tidak boleh serta merta disebut “gila” karena meminta bantuan psikiater.
Pada kenyataannya, kedua profesi ini saling bekerjasama dalam hal merujuk pasien. Apabila seorang klien tak dapat ditangani oleh seorang psikolog karena gangguan psikologisnya sudah berat dan membutuhkan penanganan dengan obat-obatan, maka klien tersebut dirujuk ke psikiater. Demikian juga dengan pasien yang sudah dinyatakan sembuh oleh psikiater, maka untuk meyakinkannya lagi, perlu diperiksa kembali oleh psikolog.
Jadi, tak masalah jika suatu waktu kita membutuhkan jasa psikolog atau psikiater. Karena kedua profesi ini berprinsip menolong (helping) dan pastinya memegang kode etik yang sama; menjaga kerahasiaan masalah klien/pasien.

konsep psikologi

A.Konsep Psikologi

Konsep psikologi adalah generalisasi dari ilmu psikologi yang meliputi pengertian,hubungan psikologi dengan ilmu lain,sejarah,dan aliran-aliran psikologi
.
B.Pengertian Psikologi
Di tinjau dari segi ilmu bahasa, perkataan psikologi berasal dari perkataan psyche yang diartikan jiwa dan perkataan logos yang berati atau ilmu pengetahuan. Karena itu perkataan psikologi sering diartikan atau diterjemahkan dengan ilmu pengetahuan tentang jiwa atau disingkat dengan ilmu jiwa.Berikut ini adalah definisi psikologi menurut para ahli :
* Ernest Hilgert (1957) menyatakan dalam bukunya Introduction to Psychology: “Psychology may be defined as the science that studies the behavior of men and other the animal”etc.(Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan lainnya).
* George A.Miller (1974:4) menyatakan dalam bukunya Psychology and Comunication: “Psychology is the science that attempt to describe,predict, and control mental and behavior event”.(psikologi adalah ilmu yang berusaha menguraikan ,meramalkan,dan mengendalikan peristiwa mental dan tingkah laku).
* Cliford T.Morgan (1961:2) dalam bukunya Introduction to Psychology: “Psychology is the science of human and behavior”.( Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan).
* Robert S.Woodwort dan Marquis DG (1957:7) dalam bukunya Psychology: ”Psychology is the scientific studies of individual activities relation to the inveronment”.( Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas atau tingkah laku individu dalam hubungan dengan alam sekitarnya).
Berdasarkan definisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hubungannya dengan lingkungan.
C.Hubungan Psikologi dengan Ilmu Lain
Psikologi beserta sub-subilmunya,pada dasarnya mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ilmu-ilmu